Minggu, 10 Mei 2009

PUISI 'TUK SITU GINTUNG

SITUGINTUNG, SITUGUNTING

Situgintung, Situgunting……
Situgintung, Situgunting……
Situgintung, Situgunting……
Situgintung, Situgunting……

Situgintung ……
Situgintung ……

Habis Kau gunting…..
Kau sambung lagi……


-4 April 2009 -
--Dimas Sepet--


PAGI

Pagi Situ kala itu
Derasnya air mu
Tak Tahan menahan
akhirnya kau hemburkan.

Beratus Bangkai terjemur matahari
Beratus tangan yang terkubur lumpur
Pohon tumbang terbawa arus
Jembatan pun runtuh

Cobaan apa lagi ini
Tuhan.
Apakah Kau marah
Karena kebodohan kawanku

Maafkan aku
Maafkan aku

--Sebuah puisi untuk saudara kita di Situ Gitung
Daan untuk pra korban yang telah mendahului kita.--

--Atenk ---




-2 April 2009-

Antara Tangis dan Rasa Syukur

Saudaraku…
Kau boleh menangis
Kau boleh meratapi nasibmu
Merasa kehilangan orang-orang yang kau sayangi
Bahkan kau boleh merasa menyesal
Kau boleh merasa kehilangan
Kehilangan harta bendamu

Tapi saudaraku
Sisakan sedikit rasamu
Untuk tetap bersyukur
Karena itu mungkin lebih baik



--Nadia—






KAMI TAHU

Dengan sedikt rasa iba, kami tahu telah
menyakitimu
Dengan sedikit rasa malu, kami tahu
telah melukaimi
Dengan sedikit rasa acuh, kami tahu
telah menyiksamu
Dan dengan Penuh rasa bangga, kami tahu
telah menghancurkanmu.

Kami tahu, kami sadar dan kami begitu
mengerti telah menyikasmu
Tapi kami tak pernah tahu bahwa kau dapat semurka ini,
karena mungkin terlalu banyak yang telah kau berikan pada kami.

Oh…Alam, di mata kami kau terlihat begitu bijak.
Karna kebijakanmu itu , kami terbutakan,
kami lupa bahwa kau juga tahan untuk disakiti.

Kini kami tahu amarahmu,
Anakmu Gintung telah memberi
sedikit pelajaran pada kami,
bahwa kau juga butuh rasa cinta.

Alam, Maafkan jika kami belum bisa membalas cintamu…….

--Gentur—
Purwokerto, 4 April ‘09


MURKA NEGRIKU

Terdengar jelas di telingaku jeritan berjuta jiwa merengek
minta tolong….
Begitu jelas terasa kesakitan saudara-saudaraku dari
arah barat yang begitu dekat…

Indonesia negriku
Murkakah engkau kepadaku…

Indonesia negriku
Inikah teguran yang kau berikan atas kelalaianku.
Iandonesia negriku
Demi berjuta jiwa yang menderita,
Kumohon hentikan murkamu.

A.D.Pratikto

MAK….PAK….

Mak………..Pak…………. (memanggil)
Mak………..Pak…………. (sepi)
Mak………..Pak…………. (sepil)
Mak………..Pak…………. (mencari)
Mak………..Pak…………. (sepi)
Mak………..Pak…………. (mencari….mencari)
Mak………..Pak…………. (MENCARIl)
Mak………..Pak…………. (pertemuan)
Mak………..Pak…………. (SYUKUR)

4 April 2009
--Jony NP------
Kali ini bukanlah tentang kekayaan
bukan tentang cinta
bukan tentang kemiskinan
bukan tentang sekolah gratis yang hanya jadi mimpi
bukan tentang tragedi
bukan tentang koalisi politikus mencapai kursi dewan
bukan tentang inflasi yang kian meninggi
bukan tentang jumlah uang yang telah dikorupsi
bukan tentang narkoba
bukan tentang menjamurnya real estate
bukan tentang kerusuhan yang tak terungkap dalangnya
bukan pula tentang kematian
apalagi tentang malpraktek yang sedang menjadi hobi baru para dokter
tapi ini semua suara hati yang tlah lama tak kita dengar hingga semua ini terjadi begitu biasa dan sering nya tanpa kita tahu kapan pertama kali kita memulainya
-ndud-
Setiap perkataan serta tingkah laku rupanya tak urung layaknya pedang bermata dua yang siap melukai kedua pihak. Memang tak seharusnya terjerumus dalam pikiran untuk takut bertindak, tapi paling tidak ada sebuah rasa kehati-hatian yang cukup agar apaun yang diucap dan diperbuat tak melukai siapapun
Andai pula poros waktu tak selalu berjalan satu arah mungkin kita tak perlu terbangun dan menitikkan air mata tiap kali mengingat semua yang telah berlalu.
Dan andaipula kita tak pernah dilahirkan mungkin kita tak perlu merasakan tiap perih yang datang sejak kita pertama hadir di dunia.
Tapi hidup bukanlah untuk berandai dan menangis. Semua terlalu singkat dan terlalu berharga untuk di sesali. Berbuatlah apa yang mampu kita lakukan,jika tak mampu jadi yang terbaik jadilah yang paling tulus.
-ndud-

Yakitate!!Japan

2 Maret 2009 (setelah sekian lama tak menulis)
Buat MäRGiN tercinta
Yakitate!!Japan
Judul adalah kristalisasi dari tulisan yang dibuat penulis dengan maksud tertentu. Jadi kalau pambaca bertanya apa arti judul di atas, ehem...yang jelas itu bahasa Jepang dan saya tidak tahu apa artinya...karena itu adalah judul sebuah komik serial Jepang yang akhirnya menginspirasi saya untuk menurunkan tulisan ini...he...Yah mungkin kurang lebih begitulah latar belakangnya.
Huahaha....Lah terus?! Yah saya cuma pengen cerita bahwa saya sedang addicted banget sama komik itu (di samping kopi tentunya:P) Mau tahu komik itu bercerita tentang apa? Jangan pikir karena tulisan ini saya tulis untuk mading teater MäRGiN yang notabene UKM seni teater, lantas komik ini juga tentang seni pertunjukan, sama sekali bukan....Jangan ketawa kalau saya bilang komik ini bertopik tentang tukang pembuat roti, huehehe.......SRIP:P.
Komik ini sebenarnya secara garis besar berkisah tentang Azuma (tokoh utamanya), seorang anak muda yang dari kecil sangat tertarik dengan roti dan bermimpi untuk menciptakan roti yang “Jepang” abis....dan sepanjang seri (yang sampai detik ini belum tamat versi Indonesianya) berkisah bagaimana perjalanannya hingga mampu membuktikan roti “Jepang “ buatannya sampai tingkat dunia. Orang-orang Jepang sebagaimana juga Indonesia masih menjadikan nasi sebagai makanan wajib dan kurang berminat pada roti. Tapi buat Azuma itu menjadi tantangan, bagaimana dia mencari celah untuk membuat roti yang cocok dengan cita rasa orang Jepang.
Usaha awalnya, dimulai dari keluarganya sendiri, terutama kakeknya yang anti roti. Dia berjuang, berkreasi membuat roti yang bisa diterima oleh keluarganya, terutama kakeknya. Memang agak sulit awalnya melawan kebiasaan yang telah mengakar. Namun akhirnya dia bahkan bisa membuat kakeknya mendukung mimpinya itu, lewat roti buatannnya iti tentunya. Kemudian usahanya berlanjut ketika dia mengikuti seleksi pegawai sebuah toko roti ternama di Jepang. Kemampuannnya diuji, bukan hanya itu, dia juga melawan kecurangan-kecurangan yang berusaha dilakukan oleh lawan-lawannya. Walaupun akhirnya secara resmi dia gagal, tapi tertolong oleh seorang putri pemilik toko roti itu yang melihat bakatnya, maka dia pun diangkat menjadi pegawai di salah satu cabang terkecil toko roti tersebut.
Sampai datang sebuah kesempatan untuk bertandingantar cabang toko roti sebagai pegawai baru. Dan kali ini dia berhasil membuktikan sebagai yang terbaik dan kesempatan untuk belajar selama satu bulan di Perancis bersama dua orang lainya. Dan lewat kesempatan itu pula dia kemudian berlanjut untuk bertanding membuat roti dengan wakil-wakil di seluruh dunia, sekaligus untuk mewujudkan mimpinya membuat roti yang “Jepang” dan membuktikannya pada dunia.
Yah...secara garis besar, dia berusaha mewujudkan mimpinya itu dari level terkecil hingga level dunia dan tentu saja tantangan yang dihadapi semakin lama semakin rumit, bahkan mempertaruhkan nyawa (lebay.,..) tapi beneran kok, karena yang dia lawan bukan hanya kemampuan lawan-lawannya yang semakin hebat, tapi juga konspirasi jahat yang bermotifkan dendam dan uang di belakang semua itu yang tidak menginginkan Jepang untuk maju menjadi juara dunia.
Well...dia memang didukung oleh bakat yang tak dimiliki semua orang, tapi satu hal, dia setia pada mimpinya untuk membuat roti yang “Jepang”. Pada setiap roti kreasinya, dia selalu memasukkan unsur “kejepang-annya’’, bahkan dalam kondisi yang mustahil sekalipun dia tetap berusaha demi mimpinya. Dia menamakan roti buatannya dengan “Japan” dan terdiri dari puluhan jenis. Dia belajar dan menggali semua itu dari pengetahuan tentang makan dan jenis bahan makanan Jepang yang dia ambil dari orang-orang di sekitarnya dan pengalamannya. Dia selalu mau belajar dan terbuka terhadap semua hal-hal yang baru di sekitarnya. Dia curi semua ilmu dari orang-orang yang mempunyai kelebihan yang dia temui sepanjang cerita untuk memperkaya kemampuannya.
Well....(lagi), ini memang cuma cerita fiktif, tapi jika dunia nyata ini ada puluhan, ratusan atau mungkin ribuan bahkan lebih cerita yang serupa artinya...Jangan pernah takut bermimpi , bakat pun bukan segalanya, bahkan seorang yang super jenius (lupa namanya) akhirnya memilih bunuh diri karena dia tak punya mimpi untuk dirinya.
Karena ketika kita berani bermimpi (tentang apapun), maka kita secara sadar atau tidak akan merancang apa saja yang harus, sekali lagi yang HARUS dilakukan untuk mencapainya.
Jadi....
Bermimpilah tentang apapun, setinggi apapun...
-Jinch-
Two thumbs up buat Masniguchi Takashi yang bisa bikin komik kayk gini. Btw kalau ada karya populer yang begitu heroik “kejepangannya “ walaupun lewat roti, sampai ceritanya melawan dunia gini, Indonesia??

PENDIDIKAN BERBASIS NILAI DAN PENDIDIKAN BERBASIS MORAL

“…kamu gak pernah disekolahin apa?”. Itulah kata-kata yang dikeluarkan oleh seorang pembawa acara dalam sebuah program acara di sebuah telavisi swasta. Dia menggunakan kalimat itu untuk memisahkan dua orang bintang tamu yang saling baku hantam di acara tersebut. Ya…kalimat-kalimat yang bernada demikian memang acapkali dipakai untuk menyebut atau menyindir orang yang melanggar sopan santun, etika atau menyelesaikan suatu permasalahan dengan emosi bahkan kekerasan, seperti yang dilakukan orang di program acara tersebut. Yang menjadi pertanyaan adalah apa iya orang-orang tersebut memang tidak pernah sekolah? Jawabannya tentu saja seringkali tidak.
Sekolah, yang mungkin menurut sang pembawa acara atau orang yang mengatakan idiom tersebut adalah tempat yang seharusnya menghasilkan orang-orang yang mempunyai “kulitas moral”, sehingga mereka akhirnya mengatakan idiom-idiom tersebut. Menurut mereka orang-orang yang bersekolah yang didik oleh institusi formal, lebih terjaga moralnya dibanding orang-orang yang tidak pernah mengecap “bangku sekolah”. Di sekolah di harapkan sanggup mendidik anak didiknya untuk lebih menjaga perilaku agar tidak melanggar noram dan etika yang ada. Tapi apa iya? Entahlah, saya pun tidak bisa menjawabnya secara pasti.
Tapi yang jelas idiom tersebut masih kerap muncul dan diberikan kepada orang-orang yang pernah atau sedang mengecap bangku sekolah. Rada aneh memang, menurut saya. Ya itulah, yang terjadi dalam pendidikan di Indonesia. Sebagian orang menganggap bahwa pendidikan di Indonesia sekarang, kalau boleh dikatakan hanya mengacu pada nilai semata. Dan semakin berkurang intensitasnya terhadap pendidikan moral anak didiknya.
Pendidikan moral dan agama semakin tersingkir. Keadaan ini digambarkan juga lewat sebuah film yang berangkat dari novel buatan seorang penulis Indonesia (Laskar Pelangi.red). pendidikan moral dan agama juga dijadikan pelangkap semata. Aspek-aspek tersebut yang sebenarnya sangat diperlukan untuk membentuk manusia yang lebih “bermoral”. Yang nantinya juga diharapkan membentuk pemimpin negara yang lebih “bermoral” pula, tak ada lagi korupsi, kolusi, suap, pemaksaan kehendak dan bentuk penyelewengan lainnya.
Salah satu contoh bagaimana nilai memang mendominasi pendidikan kita, adalah bagaimana bentuk sistem ujian nasional di sekolah menengah yang mamakai standar nilai dalam kelulusannya. Menurut sebagian orang, sistem tersebut justru malah memberikan dampak negatif seperti mencontek, perjokian, bocornya soal dan lain-lain. Selain dalam ujian nasional, sistem tersebut pun masuk juga dalam kegiatan sekolah sehari-harinya.
Dibalik itu sebenarnya ada maksud yang ingin dicapai. Adalah bagaimana menciptakan orang-orang yang nantinya dapat menjawab tantangan global. Sehingga dapat bersaing dengan SDM yang berasal dari luar negeri. Dan hal tersebut secara umum dapat memacu semangat belajar peserta didiknya.
Tapi jujur saja saya pun tidak bisa menunjukkan mana yang lebih baik mana yang lebih buruk dan mana yang seharusnya lebih diprioritaskan antara pendidikan berbasis moral ataupun berbasis nilai. Yang jelas mungkin memang sebaiknya kita menilik kembali apa makna dan fungsi pandidikan bagi bangsa kita. Sehingga nantinya kita bisa mencari dan menentukan sistem yang kita laksanakan untuk pendidikan kita. Karena pendidikan adalah tiang pancang budaya dan fondasi utama untuk membangun peradaban sebuah bangsa. Kesadaran akan arti penting pendidikan menentukan kualitas kesejahteraan warganya (Nasruddin Anshory).
-jony np-

Jumat, 08 Mei 2009

PROFIL teater MäRGiN

Berawal dari keiginan beberapa mahasiswa FE Unsoed yang tertarik pada kesenian teater yang kemudian bergerak di bawah naungan Sanggar Seni Mahasiswa Fakultas Ekonomi Unsoed (SASMI) bernama teater Embrio, karena hanya menjadi sub bagian, ruang gerak teater Embrio sangat terbatas. Akhirnya pada tanggal 28 Oktober 1995 berdirilah teater MäRGin sebagai penyikapan akan "kegelisahan" terbatasnya ruang gerak teaterEmbrio. Kini teter MäRGiN didukung sekitar 30 anggota aktif dari berbagai jurusan di Fakultas Ekonomi